Anna menarik nafas panjang, dan mengeluarkannya secara perlahan-lahan “heeeeeeeemmmmh”. Malam telah menutup
hari yang terasa sangat terik siang tadi, dilangit bulan menerangi
kegelapan, menggantikan terangnya matahari, bintang terlihat
berkelap-kelip menghadirkan keindahan malam. Setelah berjama’ah isya
Anna sengaja tidak langsung masuk ke rumah, ia duduk di teras sambil
menatap langit. Langit memang selalu menghiburnya kala ia sedang gundah.
Saat ini Anna memang sedang bingung, sebentar lagi ia akan menjalani
dunia perkuliahan, saatnya dia untuk mandiri. Namun sebenarnya Anna
mempunyai keinginan yang mulia, dia ingin tinggal di pondok pesantren.
Dimana disitu terjalin suatu ikatan persaudaraan antar muslim yang
sangat erat, penuh kemandirian, belajar membagi waktu dan tentu saja
masih banyak hikmah lainnya. Berawal dari kedatangan seorang sahabat ke
rumaanya, ia menanyakan jika Anna kuliah nanti mau tinggal dimana? Anna
jawab belum tahu, dan pada akhirnya ia menyarankan untuk tinggal di
pondok pesantren saja, ai menceritakan bagaimana kahidupan di pesantren,
tidak dipungkiri cerita tersebut membuat Anna tertarik untuk tinggal di
pesantren. Namun saat itu Anna tidak berani mengutarakan niatnya kepada
kedua orang tuanya, entah karena alasan apa, padahal jika ia
mengutarakan niat itu kepada orang tuanya pasti mereka sangat senang.
Ketika Anna pergi ke Universitasnya, Anna sengaja tidak ditemani
keluarganya. Setelah selesai daftar ulang Anna langsung mencari
pesantren. Lama berjalan Anna membaca suatu plang yang bertuliskan suatu
nama pondok pesantren, lega bercampur gembira suasana hatinya sekarang ketika sebilah plang hijau bertuliskan nama sebuah pondok pesantren. Kemudian Anna menuju ke tempat tersebut, dengan mengucap
‘Bismillahirrohmaanirrohiim’ Anna menapakkan kakinya di atas lantai
aula.
Seorang santriwati menghampiriku dengan tutur katanya yang halus ia
bertanya “ Mba’ ada yang bias saya Bantu?” “ ya mba’, bolehkah saya
bertanya-tanya tentang kegiatan di pondok pesantren ini mba’?” “oh…. Ya
silahkan duduk biar saya panggilkan ibu lurahnya dulu” katanya sembari
melangkah pergi meninggalkan Anna. Sempat terlintas di benak Anna,
kenapa harus dipanggilkan bu lurah? Apa hubungannya bu lurah dengan
pondok pesantren ini? Mungkin yang punya pondok ini sebagai lurah desa
ini juga. Dua orang santri putri menuju kearahku, salah satunya adalah
yang menanyai Anna tadi. “Ini mba’ bu lurahnya, silahkan kalau mau
bertanya-tanya, mba’nya kasini sendiri?” “iya” katanya sambil tersenyum.
“Namanya siapa?” Tanya mba’ yang satunya sambil mengulurkan tangan
menyalamiku, Anna menjabat tangan tersabut “Anna” “Zahra, dan yang ini
mba’ Lia” Anna bergantian menyalami seorang yang katanya bernama mba’
Lia. Pecakapan mereka terus berlanjut sampai pada akhirnya Anna tahu
tentang semua kegiatan di pondok pesantren tersebut.
Beberapa saat kemudian terlihat seorang
laki-laki mengenakan sarung dan baju koko putih, serta peci putih, tidak
terlalu tua dan tidak pula terlalu muda, wajahnya terlihat bersinar,
masuk ke dalam aula. Kelihatannya beliau akan menuju ke ndalem,
sekarang Anna sudah mulai tahu istilah-istilah yang digunakan disana,
karena tadi sudah di kenalkan sama mba’ Zahra.
Mba Lia berbisik pada
Anna ‘beliau abah kyai-nya, yang punya pondok pesantren ini’ Anna
mengangguk. Terlihat beliau melihat kearah mereka “sinten niku mba’?”
“niki bah mba’e kagungan niat badhe mondok teng mriki” jawab mb' Zahra
“o nggeh…..sae niku mba’ urip neng dunyo iki ne’ ora ngge ngibadah yo ngge ngopo? Tapi sing penting niku ikhlas mengharap rodho Alloh SWT, njenenge sopo mba?”.
Mba’ Zahra menyentuh kaki Anna, memberi kode kepada Anna untuk segera
menjawab, “Anna bah”.
“Mba’ Anna kalau jadi disini bapak ken mriki nggeh?” kata bapak kyai.
“nggih bah”.
Ternyata bapak kyai itu kalau di pondok memang di panggil Abah, beliau
pergi dan menuju ke ndalem, sungguh suasana pondok memang sangat
menentrankan hati, semakin memantapkan hati Anna untuk mondok disitu
ketika pak kyai menanyainya tadi. Terlihat hari akan beranjak sore Anna
segera pamit karena memang perjalanan menuju rumahnya lumayan lama yaitu
menempuh waktu sekitar dua jam. Di rumah Anna langsung menceritakan
niatnya dan juga kedatangannya ke pondok pesantren tadi, dan ternyata
seperti yang Anna duga mereka sangat senang dengan niat Anna tersebut.
Saat mendekati masuknya kuliah, Anna dan keluarga sowan ke pondok
sekalian mendaftarkan Anna.
Alhamdulillah…… semoga benar, katika kita
berkumpul dengan lingkungan yang baik kita pun akan ikut baik pula, dan
semoga ini semua dapat membawa manfaat baik di dunia maupun di akhirat,
semoga ibadah yang hamba kerjakan ini di dasari dengan rasa tulus ikhlas
semata-mata karena mengharap ridho-MU……. . Begitu niat Anna.
Label: Tulisku
Pada negara maju, proses dan konsep mata pelajaran dipelajari dari tingkat taman kanak-kanak, sekolah menengah, sampai perguruan tinggi, memiliki kaitan yang saling berkesinambungan dan signifikan dengan penumbuhan kepedulian lingkungan dan wawasan kebangsaan. Sehingga dalam proses pembelajaran nantinya akan mencapai pemahaman yang mendalam, dan mampu mempraktekannya dalam kehidupan sehari-hari.
Salah satu yang paling penting yaitu mengenai kepedulian lingkungan yang mampu meningkatkan rasa nasionalisme bagi masyarakat. Apabila mengenai kelestarian lingkungan tidak diperhatikan, maka akan timbul konflik antara kepentingan penggunaan sumber daya alam yang ada, dan berakibat pada hilangnya rasa nasionalisme.
Jika dalam bidang pendidikan, dapat dilakukan dengan pendekatan geografi, yang dapat diberikan kepada masyarakat sejak dini. Namun beberapa waktu terakhir, telah kita ketahui bahwa mata pelajaran geografi dalam kurikulum nasional telah mengalami penurunan. Terbukti dengan dihapuskannya Mata pelajaran geografi di sekolah menengah. Padahal ini adalah suatu langkah awal, memperkenalkan pada masyarakat mengenai pentingnya menjaga kelestarian lingkungan. Walaupun materi pelajaran secara keseluruhan tidak dihapus, namun pengenalan secara khususnya tidak ada. Seperti yang disampaikan oleh Guru Besar Jurusan Geografi Fisik dan Lingkungan Fakultas Geografi Universitas Gajah Mada, Prof. Dr. Sutikno, bahwa "Dalam beberapa tahun terakhir, kita melihat bahwa mata pelajaran geografi semakin tak mendapat tempat. Dalam kurikulum yang dikeluarkan Depdiknas, meski materinya masih ada, namun nama mata pelajarannya sudah tidak ada. Ini jelas merupakan kemunduran besar bagi kita," ungkapnya.
Padahal, apabila proses dan konsep geografi dipahami dengan benar, mata pelajaran ini berperan besar dalam pemberian pemahaman serta membentuk karakter seseorang yang memiliki kepedulian lingkungan dan wawasan kebangsaan yang tinggi. Bukankah, orang yang memahami geografi dengan benar akan selalu memikirkan dampak dari semua hal yang akan dilakukan. Tak mungkin seseorang dengan pemahaman geografi yang benar akan melakukan perusakan lingkungan sebab ia akan berpikir dampak negatif dari apa yang dikerjakannya itu. Jadi tidak hanya mementingkan masalah ekonomi yang notabenenya untuk kepentingan pribadi. Tetapi lebih cenderung melindungi dan mempertahankan kelestarian lingkungan, untuk kepentingan bersama dan untuk kenyamanan jangka panjang.
Selain itu, konsep pembelajaran geografi yang dipahami dengan seharusnya, akan memunculkan karakter pemimpin bangsa yang memiliki wawasan kebangsaan tinggi, sebab mampu menimbulkan rasa melindungi terhadap lingkungan, yang pastinya untuk kepentingan seluruh masyarakat. Ini berarti, secara tidak langsung juga mampu melindungi masyarakat dan memberi pengaruh terhadap masyarakat, untuk meningkatkan rasa nasionalisme yang tinggi.
Dalam kondisi dan situasi bangsa yang tengah tercabik-cabik saat ini, revitalisasi geografi justru harus dilakukan. Berbagai kelemahan-kelemahan yang membuat mata pelajaran ini menjadi kurang diperhatikan. Dari segi tenaga pengajar, kewibawaan guru-guru geografi relatif rendah karena siswa-siswa sekolah menengah baik pertama maupun umum, menganggap mata pelajaran ini tidak begitu penting. Misalnya, karena tidak masuk dalam mata pelajaran yang diujikan dalam ebtanas (tingkat SMP yang secara langsung tidak mengujikan mata pelajaran Geografi). Di sisi lain, banyak guru-guru yang sebetulnya tidak memiliki basis pengetahuan geografi, terpaksa dan memaksakan diri untuk menjadi guru mata pelajaran geografi. Sehingga guru mengajar pelajaran yang bukan bidangnya. Ini kerap dipertanyakan, dan kita bisa menilai sendiri kualitas seperti apa yang dihasilkan nanti. Termasuk juga dalam soal pemenuhan dari kekurangan guru, serta konsep yang terlalu menekankan aspek kuantitas guru, tanpa memperhatikan kualitas. Sementara itu, mata pelajaran geografinya yang memang memiliki arti penting sebagaimana dipaparkan, justru harus direvitalisasi. Target maksimalnya, geografi harus betul-betul dipahami dengan benar dan diterapkan dalam praktik kehidupan kita sehari-hari.
Label: Geografiku
Langganan:
Postingan (Atom)